![]() |
Tanggal 14 Juli setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pajak Nasional di Indonesia. Penetapan ini merujuk pada momen bersejarah 14 Juli 1945. Pada tangal tersebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Pembantu Ahli bagian Perpajakan. Badan tersebut sebagai bagian dari fondasi negara yang baru akan merdeka. Meskipun baru diresmikan secara simbolis pada tahun 2017 oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), peringatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peran pajak dalam pembangunan bangsa.
Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Pajak di Indonesia
Pajak adalah tulang punggung keuangan negara. Secara garis besar, fungsi pajak meliputi:
- Fungsi Anggaran (Budgeter): Sebagai sumber utama penerimaan negara untuk membiayai belanja negara, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan subsidi sosial.
- Fungsi Mengatur (Regulasi): Pajak digunakan untuk mengatur pertumbuhan ekonomi, melindungi industri dalam negeri, dan mendorong investasi.
- Fungsi Pemerataan (Distribusi): Pajak berperan dalam redistribusi pendapatan demi mengurangi kesenjangan sosial.
- Fungsi Stabilitas: Melalui kebijakan pajak, pemerintah dapat menjaga kestabilan ekonomi nasional, mengontrol inflasi, dan mengatasi defisit anggaran.
Manfaat nyata dari pajak bisa dilihat dari pembangunan jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, subsidi pendidikan dan kesehatan, hingga bantuan sosial bagi masyarakat kurang mampu.
Ironi dalam Pengelolaan Pajak di Indonesia
Meski berperan vital dalam pembangunan, sistem perpajakan Indonesia tak lepas dari ironi. Sejumlah kasus penyelewengan mencoreng kepercayaan publik terhadap otoritas pajak. Beberapa contoh di antaranya:
- Kasus Gayus Tambunan (2010): Seorang pegawai pajak golongan rendah yang kedapatan memiliki aset miliaran rupiah hasil suap dan korupsi.
- Kasus Rafael Alun Trisambodo (2023): Pejabat pajak yang menjadi sorotan karena gaya hidup mewah anaknya, yang membuka borok kekayaan tak wajar dan dugaan gratifikasi miliaran rupiah.
- Rendahnya Kepatuhan Wajib Pajak Besar: Banyak perusahaan besar dan orang kaya yang melakukan penghindaran pajak (tax avoidance), bahkan penggelapan pajak melalui skema transfer pricing atau perusahaan cangkang di luar negeri.
Ironi ini semakin pahit ketika masyarakat kecil tetap dikenai pajak secara langsung dan rutin, sementara koruptor dan konglomerat justru kerap lolos dari kewajiban sebenarnya.
Belajar dari Negara Maju: Transparansi dan Akuntabilitas
Negara-negara maju seperti Swedia, Jerman, dan Jepang memperlihatkan bagaimana sistem perpajakan yang adil dan transparan bisa mendorong kemajuan negara:
- Swedia: Masyarakatnya percaya pada negara karena pengelolaan pajak yang terbuka dan manfaat yang jelas terlihat. Pajak tinggi dibayar dengan layanan publik berkualitas.
- Jerman: Sistem digitalisasi pajak yang terintegrasi dan pelayanan publik yang efisien membuat masyarakat taat pajak tanpa banyak keluhan.
- Jepang: Pemerintah memberikan insentif bagi warga yang taat pajak dan secara konsisten menerapkan prinsip keadilan serta penghargaan pada wajib pajak yang jujur.
Kunci utamanya adalah: transparansi, digitalisasi, akuntabilitas, dan penghargaan kepada warga negara.
Saran dan Harapan Pengelolaan Pajak ke Depan
Untuk memperkuat kepercayaan publik dan efektivitas pengelolaan pajak di masa depan, perlu langkah-langkah konkret sebagai berikut:
- Reformasi Birokrasi dan Digitalisasi Pajak: Mempercepat sistem perpajakan berbasis digital agar lebih transparan dan efisien.
- Penindakan Tegas terhadap Korupsi: Tidak ada toleransi bagi pejabat pajak yang menyalahgunakan kewenangan.
- Pendidikan Pajak Sejak Dini: Menanamkan pemahaman sejak sekolah tentang pentingnya pajak bagi pembangunan negara.
- Keadilan Pajak (Tax Justice): Membuat sistem yang benar-benar progresif, di mana yang kaya membayar lebih besar dan tidak bisa menghindar.
- Peningkatan Pelayanan: Memberikan pelayanan yang profesional, ramah, dan efisien kepada wajib pajak.
Hari Pajak Nasional bukan sekadar seremoni, melainkan momentum refleksi kolektif. Pajak adalah wujud kontribusi nyata warga negara, namun negara juga wajib menjamin bahwa uang pajak dikelola secara adil, transparan, dan bermanfaat. Saatnya kita membangun kepercayaan publik dengan reformasi nyata, agar slogan “Pajak Kuat, Negara Bermartabat” benar-benar menjadi kenyataan.
*Penulis: NB. Munib
0 Komentar