ilustrasi Panembahan Maduretno Panatagama dengan latar Istana Kadiri versi Eropa |
Latar Belakang
Sosial dan Politik
Pangeran
Trunojoyo adalah bangsawan Madura keturunan Cakraningrat I dan menikah dengan
putri Amangkurat I dari Mataram. Ketegangan antara Trunojoyo dan pihak istana
Mataram dipicu oleh dominasi keluarga kerajaan serta campur tangan Patih
Pragola dan Sunan Amangkurat I dalam politik Madura. Trunojoyo kemudian
memisahkan diri dan menghimpun kekuatan di Kediri, Jawa Timur.
Beberapa sumber utama VOC memberikan kesaksian langsung atas sepak terjang Trunojoyo:
- Daghregister Batavia (1675–1680): Laporan harian dari Gubernur Jenderal VOC di Batavia mencatat pergerakan pasukan Trunojoyo dan jatuhnya kota-kota penting di Jawa Timur ke tangan pasukannya.
- Laporan Cornelis Speelman (arsip Nationaal Archief, Den Haag): Dalam laporan militernya tahun 1677, Speelman menulis:
- Verslag van de Expeditie naar Kediri (1678): VOC mencatat bahwa Kediri menjadi pusat kekuatan Trunojoyo yang memerintah sebagai “Panembahan Maduretno” dan membangun sistem pemerintahan tersendiri.
Alasan VOC Terlibat Menyerang Trunojoyo
VOC awalnya netral, namun kemudian terlibat aktif karena adanya permintaan
bantuan dari Amangkurat I dan kemudian Amangkurat II,
yang terdesak oleh kekuatan Trunojoyo.
Adapula kekhawatiran atas hilangnya stabilitas perdagangan VOC di Jawa,
terutama di daerah penghasil beras dan rempah. Juga adanya ancaman
terhadap kota-kota pesisir, seperti Surabaya dan Jepara,
yang menjadi titik penting bagi jalur dagang VOC.
Serangan VOC dan
Mataram terhadap Kadiri
Setelah berhasil merebut sebagian besar wilayah Jawa Timur, dan bahkan
sempat menguasai ibu kota Mataram (Plered) pada tahun 1677, Pangeran
Trunojoyo menarik mundur kekuatannya ke Kediri. Di
sanalah ia memproklamasikan
diri sebagai Panembahan Maduretno Panatagama, mendirikan
pusat pemerintahan baru yang terorganisir, lengkap dengan pasukan, istana, dan
benteng pertahanan.
Pasukan gabungan VOC-Mataram menyerbu pusat pemerintahan Trunojoyo di
Kediri pada tahun 1678. Ekspedisi terbesar VOC ini dipimpin oleh
Cornelis Speelman. VOC menerjunkan serdadu Eropa, serta
dukungan dari pasukan koalisi serta bayaran dari Ambon, Bugis, dan Makassar.
Dalam Verslag
van de Expeditie naar Kadiri (Laporan Ekspedisi ke Kediri),
Gubernur VOC Cornelis
Speelman menyebutkan bahwa:
"In Kadiri bevindt zich het paleis van Trunajaya, een vesting met
muren van aarde, voorzien van bastions en poorten, omringd door rivieren en
greppels. Het geheel vormt een indrukwekkend bolwerk."
(“Di Kadiri terdapat istana Trunojoyo, sebuah benteng dengan tembok tanah
padat, dilengkapi dengan bastion dan gerbang, dikelilingi oleh sungai dan
parit. Seluruhnya membentuk benteng yang mengesankan.”)
Istana Kadiri menurut laporan VOC digambarkan sebagai berikut:
- Benteng utama dibangun di atas bukit kecil di tepi Sungai Brantas, memanfaatkan medan alam sebagai pertahanan.
- Dinding benteng terdiri dari tanah padat (tanah liat dipadatkan dan dibakar Sebagian/Bata Merah) setebal 2 hasta, dan tinggi lebih dari 3 meter, dilengkapi 4 bastion utama di tiap penjuru.
- Parit pertahanan (gracht) yang dalam mengelilingi benteng, dialiri air dari Sungai Brantas dan anak sungainya.
- Gerbang utama (poorten) dijaga oleh pasukan bersenjata tombak, panah, dan meriam kecil hasil rampasan dari pesisir.
- Istana Panembahan Maduretno berdiri di tengah kompleks: bangunan kayu jati beratap tumpang tiga, dengan pendapa besar untuk audiensi dan ruang dalam sebagai kediaman pribadi raja.
"Het hof is gebouwd in de stijl van Javaanse vorstenhoven, doch
grootschaliger dan in Plered."
(“Istana ini dibangun dalam gaya kraton Jawa, namun lebih megah daripada
Plered.”)
Kronologi
penyerangan atau yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Militer 1678, antara
pasukan koalisi VOC dengan Mataram
sebagai berikut:
Agustus 1678
Pasukan VOC di bawah pimpinan Cornelis Speelman bergabung dengan pasukan Mataram pimpinan Adipati Anom (kelak Amangkurat II). Komposisi pasukan terdiri dari ± 1.000 serdadu VOC (Belanda, Ambon, Bugis, Makassar), ± 4.000 prajurit Mataram, dan dilengkapi Artileri ringan dan pasukan pendobrak.
September 1678
Pasukan
bergerak dari Kartasura,
melalui jalur selatan (melewati Tulungagung dan Blitar), menghindari pasukan
Trunojoyo di utara. Kebutuhan logistik dibantu oleh orang Madura dan Blambangan
yang sudah membelot ke pihak VOC.
Oktober 1678
Pasukan koalisi VOC-Mataram tiba di luar Kediri dan mulai mengepung kota
selama dua
minggu. Pasukan koalisi ini membuat kubu perkemahan di
sisi barat Sungai Brantas, berada di sekitar Manukan hingga Singkal. Manukan
kini menjadi nama Dusun di bawah Desa Jabon, Kec. Banyakan, Kab. Kediri,
sedangkan Singkal kini menjadi nama Desa Singkalanyar, Kec. Prambon, Kab.
Nganjuk.
Menurut Daghregister
Batavia (20 Oktober 1678):
"Onze artillerie heeft constant vuur gericht op
de westelijke bastion van Kediri. De verdediging is taai en dapper."
(“Artileri kami terus menembaki bastion barat Kediri. Pertahanannya tangguh dan
berani.”)
Akhir Oktober 1678
Penduduk sipil sebagian besar mengungsi ke pegunungan. Kota menjadi medan perang terbuka. Awalnya kubu
pertahanan pasukan koalisi VOC-Mataram susah payah menyerang istana Kediri
karena terhalang aliran Sungai Brantas yang deras. Aksi teror dan provokasi
dari pasukan Kediri sering terjadi. Babad Tanah Jawi menceritakan sebuah
keajaiban yang menjadi titik keberhasilan pasukan koalisi menyerang Istana
Kediri.
Ketika
pasukan Mataram dan VOC hendak menyerang benteng Kediri yang berada di arah
timur, mereka terhalang Sungai Brantas yang sedang banjir dan berarus sangat
deras. Namun, setelah Sultan Amangkurat II bersemedi dan berdoa kepada leluhur
serta memohon pertolongan gaib, tiba-tiba air Sungai Brantas menyurut drastis,
sehingga pasukan dapat menyeberang dan menyerang istana Kediri.
Pasukan VOC
menggunakan meriam
dan tangga pengepung untuk menembus dinding bagian barat. Pertempuran terjadi dari rumah ke rumah, termasuk di pendapa istana
Trunojoyo. Panembahan
Maduretno melarikan diri ke arah Gunung Kelud bersama sisa
pasukannya.
"De vlag van de compagnie werd op
29 oktober gehesen boven het hoofdgebouw van Kediri."
(“Bendera VOC dikibarkan pada 29 Oktober di atas bangunan utama Kediri.”)
Dalam laporan
tertanggal 27 November 1678, Speelman menulis:
"Na een harde strijd, is de residentie van Trunojoyo ingenomen. De panembahan
is op de vlucht
geslagen."
(“Setelah pertempuran sengit, kediaman
Trunojoyo berhasil direbut. Panembahan melarikan diri.”)
Beberapa minggu setelah pengepungan, Trunojoyo ditangkap di
lereng Gunung Kelud oleh pasukan Macan Wulung dari Mataram.
Kemudian beliau diserahkan kepada Amangkurat II, lalu dieksekusi
secara pribadi oleh sang raja sebagai pembalasan dendam atas
penghancuran Istana Plered.
Dampak Perang Trunojoyo
Terhadap Kerajaan Kadiri
Dampak pertama tentu runtuhnya kekuasaan alternatif Trunojoyo yang sempat menjadi ancaman bagi VOC dan Mataram. Kemudian VOC mengukuhkan
hegemoni militer di pedalaman Jawa, terutama di daerah
strategis seperti Kediri dan Madiun. Istana Kediri dihancurkan
sebagian, dan dijadikan pos sementara VOC. Laporan VOC
menyebutkan pula bahwa setelah Kediri jatuh, mereka menyita banyak
barang-barang berharga sebagai pampasan perang.
“alle soorten kostbare goederen, wapenen,
edelstenen en heilige voorwerpen van de opstandelingen”
(segala jenis barang berharga, senjata, batu
permata, dan benda-benda keramat dari para pemberontak)
Laporan akhir Speelman:
"De vesting van Kediri is met succes bezet en zal worden ontmanteld teneinde geen
verzetscentrum meer te zijn."
(“Benteng Kediri berhasil diduduki dan akan dibongkar agar tidak lagi menjadi
pusat perlawanan.”)
Penghancuran benteng Kediri pasca pendudukan VOC dan Mataram pada tahun 1678 menjadikan sangat sulit menemukan bekas-bekas benteng maupun istana Panembahan Maduretno. Walau sulit namun kita masih dapat melihat beberapa tinggalan arkeologis yang diindikasikan telah ada sejaman era Pemerintahan Panembahan Maduretno Panatagama, seperti Struktur Stonogedong, situs Manukan di Desa Jabon, dan beberapa toponim yang masih melekat di sekitar Kediri, seperti Balowerti (benteng), Setonogedong, Kemasan, Jagalan, Pandean, Setonobetek, Singonegaran, di mana istilah-istilah tersebut sudah lumrah digunakan pada area pusat pemerintahan masyarakat Jawa.
Terhadap Mataram:
Mataram
menjadi sangat bergantung pada VOC, menandai
awal penetrasi VOC dalam politik internal kerajaan Jawa. Amangkurat II naik takhta dengan dukungan VOC, dan pusat kerajaan dipindahkan ke Kartasura.
Terhadap VOC:
VOC memperoleh konsesi dagang dan wilayah baru, termasuk
Semarang dan pelabuhan penting lain di Pantura. Kemudian VOC juga
semakin menguatkan posisinya sebagai kekuatan militer dan politik utama di Jawa.
Terhadap Raja-Raja Nusantara:
Trunojoyo menginspirasi perlawanan lokal terhadap kekuasaan pusat dan
asing. Model
aliansi raja Mataram dengan VOC menjadi pola umum,
seperti di Bone, Banten, dan Palembang. Legitimasi kekuasaan raja mulai bergeser dari ilahi ke
militeristik dan diplomatis, bergantung pada dukungan
asing.
Penutup.
Perang Trunojoyo
bukan hanya konflik lokal, tetapi bagian dari transformasi besar dalam sejarah
politik Jawa dan Nusantara. Perlawanan Trunojoyo mengguncang struktur kekuasaan
Mataram dan membuka jalan bagi intervensi kolonial yang lebih dalam oleh VOC.
Istana Kediri sebagai simbol kedaulatan alternatif menunjukkan adanya
pluralisme kekuasaan yang sempat hidup sebelum sentralisasi kolonial menegaskan
dominasi.
Penyerangan Istana Kediri tahun 1678 mencerminkan klimaks dari konflik antara kekuasaan lokal yang berusaha mandiri (Trunojoyo), melawan dominasi sentral (Mataram) dan kekuatan asing (VOC). Istana Panembahan Maduretno yang megah menjadi simbol kekuasaan alternatif, namun runtuh oleh kekuatan koalisi VOC-Mataram yang bersenjata modern dan berstrategi sistematis.
Referensi
- Daghregister Batavia
1675–1680, Arsip Nasional Belanda (Nationaal Archief).
- De Graaf, H.J. dan
Pigeaud, Th.G.Th., Kerajaan Islam di Jawa: Kajian Sejarah Politik Abad
ke-17, Jakarta: Grafiti Press, 1985.
- L., Olthof, W. (2007). Babad
Tanah Jawi, mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647 (Edisi Cet. 1).
Yogyakarta: Narasi.
- Nagtegaal, L.W. Rijk
aan Eilanden: De VOC in de Indonesische Archipel. SUN, 1996.
- Ricklefs, M.C. A
History of Modern Indonesia since c. 1200. Stanford University Press,
2008.
- Surat-surat Cornelis
Speelman, Verslag van de Militaire Expeditie 1678, Nationaal Archief Den
Haag.
1 Komentar
Alhamdulillah dapat pengetahuan baru terimkasih, semoga ulasan seperti sering di post
BalasHapus