Selamat Datang di Perkumpulan Pelestari Sejarah dan Kebudayaan

Kirab Agung Budaya Dorok 2024

Gunungan Hasil Bumi saat Kirab Agung di Dusun Dorok
(Sumber: PASAK, 04/08/2024)


PASAK, Kediri - Kirab Agung Budaya Dorok 2024 berjalan dengan sukses berkat inisiatif Pelestari Adat Budaya Kadiri dan Pemerintah Dusun Dorok, Desa Manggis, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, pada Minggu (4/8/2024). 

Acara ini merupakan bagian dari perayaan Bulan Suro 1958 (2024). Sebelum prosesi dimulai, warga melakukan kirab pusaka dan sebuah batu yang diyakini sebagai bagian puncak Candi Dorok, diikuti oleh gunungan sedekah bumi berisi buah-buahan dan sayuran.

Acara tersebut dihadiri oleh perangkat Dusun Dorok, pegiat budaya Kediri, Forkopimca, Dewan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4), Disparbud Kabupaten Kediri, dan Disbudpar Provinsi Jawa Timur.

Kurangnya data arkeologis pendukung pada area Candi Dorok disebabkan penggalian yang tidak melibatkan ahli arkeologi, sehingga data penting belum terungkap. Ini disayangkan mengingat Candi Dorok adalah salah satu candi besar di Kabupaten Kediri.

Kepala Bidang Cagar Budaya dan Sejarah Disbudpar Jatim, Dr. Efie Widjajanti, menyebut bahwa Kabupaten Kediri memiliki banyak situs budaya, dan pemerintah daerahnya konsisten dalam upaya pelestarian. Kabupaten Kediri juga sudah memiliki Tim Ahli Cagar Budaya.

"Pemprov Jatim turut melindungi cagar budaya, termasuk yang ada di Kabupaten Kediri, dengan memberikan honorarium kepada juru pelihara situs budaya. Berdasarkan data Disbudpar Jatim, terdapat 240 juru pelihara, 18 di antaranya di Kabupaten Kediri", ujar Efie usai selesai acara prosesi. 

Dr. Efie Widjajanti bersama penyelenggara acara dan tamu undangan Kirab Budaya
(Sumber: PASAK, 04/08/2024)

Nardiono, Kepala Dusun Dorok, Desa Manggis, menyatakan bahwa Kirab Budaya di Situs Dorok menjadi agenda tahunan di bulan Suro atau Muharram. Masyarakat membawa gunungan berisi hasil bumi untuk diperebutkan, kemudian mengadakan tasyakuran.

"Kegiatan ini rutin dilakukan untuk memperingati dan melestarikan budaya. Tempat ini dipilih karena sakral, apalagi dengan penemuan kemuncak (bagian puncak candi) yang sebelumnya dikira lingga-yoni," jelasnya.


*Penulis: Muhammad Arifudin.

0 Komentar