Selamat Datang di Perkumpulan Pelestari Sejarah dan Kebudayaan

Kediri Inspirasi Untuk Negeri

*Penulis: NB.Munib
Ilustrasi laskar Jayakatwang mengibarkan bendera berwana Merah dan Putih tahun 1214 S(1292 M)

Lembah antara Gunung Wilis dengan Gunung Kampud (Kelud), terkenal sejak dahulu kala dengan nama “bhūmi Kadhiri”. Di wilayah ini pernah berdiri pusat pemerintahan Kerajaan Pañjalu, yang bernama nagara Daha.

Sejarah di daerah Kediri ternyata memiliki beberapa inspirasi bagi pendiri negara Indonesia. Beberapa peristiwa yang telah memberikan inspirasi bagi pendiri negara Indonesia adalah:

  • Bendera Merah-Putih: warna merah dan putih merupakan Bendera Kerajaan Glang-Glang di bhumi Kadiri. Pertama kalinya bendera Merah-Putih dikibarkan terjadi pada peristiwa penyerangan Raja Jayakatwang dari nagara Glang-Glang untuk meruntuhkan Kerajaan Tumapel di daerah Malang. Peristiwa ini termuat dalam Prasasti Kudadu (1216 C/ 1294 M) pada lempeng IVb disebutkan “....samangkana, hana ta tunggul ning satru layulayu katon wetani haniru, bang lawan putih warnanya....”(Museum Nasional, 1986) artinya “.....ketika itu, muncul bendera dari musuh berlari lari terlihat di sebelah timur, merah dan putih warnanya.... ” (Munib, 2011) dari kutipan Prasasti Kudadu tersebut pemakaian bendera berwarna bang (merah) dan putih di gunakan oleh Pasukan Kerajaan Glang-Glang yang pusat ibukotanya di nagara Daha, i bhumi Kadhiri. Pendiri negara Indonesia mengambil warna Merah dan Putih untuk bendera negara karena terinspirasi peristiwa penyerangan Jayakatwang yang terjadi pada tahun 1214 Saka (1292 M).
  • Burung Garuda: Raja Airlangga merupakan Pendiri Kerajaan Panjalu yang kelak menjadi Kadhiri. Dalam Prasasti Pamwatan (19 Desember 1042 M) disebutkan lokasi ibukotanya pernah di nagara Daha. Setiap prasasti yang dikeluarkan olehnya selalu diberi stempel / lancana kerajaan yang disebut “garudamukha lancana”. Di salah satu bagian Goa Selomangleng Kediri, hingga sekarang masih terlihat jelas Relief Garudhamukha tersebut.
  • Raja Jayabhaya adalah nama salah satu Maharaja di Kerajaan Panjalu. Hingga kini nama harumnya tetap dikenang. Bahakan ada kumpulan Ramalan Jawa yang dikenal dengan nama besarnya, yaitu Jangka Jayabhaya. Karena beberapa ramalan dalam jangka ini banyak sekali pengaruhnya terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia. Bahkan ramalan Jangka Jayabhaya tentang akan datangnya Ratu Adil mampu memotifasi para pejuang kemerdekaan untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.

Relief Garudamukha lancana di Goa Selomangleng Kediri
(Sumber: PASAK, 18/05/2015)


Dan adapula karya sastra yang perlu dibanggakan yang seharusnya sebagai icon Kediri, yaitu Kitab Smaradahana. Cerita Panji merupakan cerita yang berakar dari pengembangan Kitab Smaradahana karangan Mpu Dharmaja tersebut. Karya sastra ini diperuntukkan kepada Maharaja Kameswara dan permaisurinya Kiranaratu. Nama lengkap Kameswara adalah Çri Mahārajā Çri Kameçwara Triwikramāwatara Aniwaryyāwirya Parakrama Digjayotunggadewanāma (Prasasti Cker 1107 Saka), ialah salah satu maharaja dari Kerajaan Panjalu di bhumi Kadhiri yang berpermaisurikan Sri Kirana Ratu dari Janggala (Munib, 2011). Tidak dipungkiri lagi, bahwa dari Cerita Panji telah menginspirasi masyarakat membentuk kebudayaan yang berakar dari cerita Panji tersebut. Contoh adalah lahirnya Kesenian Reog, Tari Topeng Panji,  Jaranan, Wayang Klitik, dan berbagai macam bentuk kebudayaan lain yang tersebar di Indonesia hingga mancanegara (hingga ke Kamboja dan sekitar). Oleh karenanya layaklah hal sedemikian itu disebut Budaya Panji.
Relief Panji di Desa Gambyok
(Sumber: PASAK, 20/10/2016)


Ironisnya, masih banyak masyarakat dan bahkan para praktisi akademis mengaggap bahwa masa Kerajaan Panjalu di Kadhiri hanya kaya dengan karya sastra, seperti Susastra Arjunawiwaha, Krsnayana, Sumanasantaka, Smaradahana, Bharatayuddha, Hariwangsa, Gatotkacasraya, Wrttasancaya, dan Lubdaka. Namun masa ini miskin mewariskan bangunan monumental seperti Candi.

Penemuan Candi Tondowongso tahun 2007 lalu, telah menggemparkan masyarakat Kediri bahkan hingga keluarnegeri. Hal tersebut dikarenakan banyak ditemukan arca dan struktur bangunan kuno yang hingga kini semakin meluas penemuannya. Yang lebih mengejutkan lagi adalah sekitar 200 m lurus kearah selatan ternyata adalah lokasi Candi Gurah yang telah ditemukan tahun 1957. Kemudian ditemukan pula pada tahun 2007 Gapura di belakang rumah Mbah Ponijo, lokasinya sekitar 450 m arah barat diantara kedua candi. Melihat kedekatan antar ketiga situs dan kemiripan pengarcaan Candi Gurah dan Tondowongso, ada indikasi kuat situs tersebut merupakan satu kompleks percandian yang luas (Munib, 2011).

Penemuan Situs Tondowongso, Candi Sumbercangkring, Candi Asmorobangun, dan beberapa temuan lainnya seperti Candi Adan-Adan, Patirtan Kepung, Situs Semen, dan Situs Kali Pesu. Mampu membuka mata peneliti-peneliti sejarah Kadhiri, bahwa ungkapan masa Kadhiri miskin mewariskan bangunan monumental perlu ditinjau kembali. Keberadaan Cagar Budaya monumental warisan Kerajaan di bhumi Kadhiri, masih banyak yang terpendam dalam tanah akibat kegiatan vulkanis Gunung Kelud selama berabad-abad.
Ekskavasi Candi Adan-Adan oleh tim Puslit Arkenas tahun 2016
(Sumber: PASAK, 2016)


Oleh karena hal tersebut, perlu diadakan kegiatan sosialisasi dan pencarian solusi dari masalah-masalah yang berkenaan dengan Cagar Budaya sebagai bukti kebesaran kerajaan di bhumi Kadhiri. Salah satu contohnya adalah nasib Kompleks Situs Candi Gurah-Candi Tondowongso-Situs Ponijo. Candi yang pada tanggal 15 hingga 25 Oktober 2012 telah dilakukan ekskavasi Tahap V, perlu diberikan perhatian khusus saat ini sebagai salah satu aset daerah yang potensial untuk dikembangkan dalam bidang wisata, media pendidikan dan ilmu pengetahuan. Apalagi para ahli, seperti Bapak Soekmono, telah mengidentifikasikan Candi Gurah (beserta kompleks Tondowongso) sebagai candi bergaya khas masa peralihan “Kadhiri style”. Jika tidak diselamatkan segera maka hilanglah bukti kebesaran Kadhiri dan keberadaan “Kadhiri style” tersebut.

Daftar Rujukan : 
Boechari, 1985/ 1986. Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid I. Jakarta: Proyek Pengembangan Museum Nasional tahun 1985/ 1986
Munib, NB. 2011. Dinamika Kekuasaan Jayakatwang di Kerajaan Glang-Glang Tahun 1170 - 1215 Caka. Tinjauan Geopolitik . Malang : Uni. Negeri Malang


0 Komentar