![]() |
DOWNLOAD BUKU |
Konon asal-usul nama Madiun berasal dari kata Memedi di ayun-ayun atau hantu yang berayun-ayun. Cerita ini sampai saat ini masih sangat populer di kalangan masyarakat Madiun. Meskipun sulit untuk membuktikan kebenarannya, cerita ini merupakan bagian dari tradisi lisan yang ada di Madiun.
Semua masyarakat di Madiun tahu akan cerita tersebut, karena mendengar dari mulut kemulut. Hal ini dikarenakan tradisi lisan adalah budaya tutur yang diwariskan secara turun-temurun. Patut jadi pertanyaan adalah apakah tradisi lisan di Madiun hanya itu saja?. Jawabannya sudah pasti tidak, dan masih banyak tradisi lisan yang berkembang di masyarakat Madiun. Banyak dari tradisi lisan tersebut yang belum didokumentasi.
Disahkannya Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 tahun 2017 membuat semua lapisan masyarakat bisa lebih aktif dalam pelestarian kebudayaan. Tidak lanjut undang-undang tersebut adalah pemerintah daerah wajib membuat Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). Isi dari PPKD berupa data base Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK). Salah satu wujud OPK tersebut adalah tradisi lisan.
Data tradisi lisan di Kabupaten Madiun yang ada di PPKD masih berupa judul-judul dari cerita rakyat. Mengenai cerita rakyat, seorang guru asal Ngawi YPH. Wiratmoko sempat menulis buku berbagai cerita rakyat dari Madiun. Jauh sebelumnya pada masa kolonial Belanda cerita-cerita rakyat di Madiun ternyata sempat dicatat oleh Jan Knebel. Kebanyakan sumber-sumber ceritanya berasal dari tempat keramat seperti punden. Perlu diketahui, Jan Knebel merupakan anggota Dinas Purbakala Hindia Belanda yang sempat menjadi Asisten Residen Magetan.
Berkat dokumentasi Jan Knebel-lah buku ini tercipta. Penyusun buku mencoba kembali menelusuri cerita-cerita rakyat yang sempat ditulis Knebel tahun 1905. Penelusuran dilakukan dengan mengunjungi punden-punden yang sempat dicatat oleh Knebel. Punden biasanya berhubungan makam, pohon besar, perairan atau tinggalan masa Hindu. Penyusun lebih memfokuskan memilih makam sebagai obyek penelusuranya.
Ada 21 cerita yang berhubungan dengan sebuah punden di sini. Sebagian besar merupakan cerita-cerita yang belum pernah kita dengar. Penelusuran lapangan menunjukan cerita-cerita tersebut ada yang masih berkembang ada pula yang hilang dalam ingatan masyarakat.
Salah satu contoh cerita yang masih diingat masyarakat (Dusun Ketupu, Desa Sebayi, Kecamatan Gemarang) tentang Punden Kramat Dandang. Kramat Dandang bercerita tentang para pemuda yang meminta tolong kepada jenazah seorang perempuan agar kerbau-kerbau curiannya bisa ditemukan. Tidak lama kemudian kerbau mereka berhasil ditemukan dengan mudah. Sebagai ucapan terimakasih para pemuda kemudian merawat jenazah itu dan menguburnya.
Cerita lain yang cukup menarik berhubungan dengan makam Setono Gedong Doho. Makam tersebut merupakan makam tokoh yang masih sepupu Sunan Kalijaga. Ceritanya tokoh tersebut dikaitkan dengan seorang putri keraton Gegelang. Tokoh tersebut menyukai putri cantik yang berasal dari seekor cacing. Menariknya tokoh dan alur cerita ada yang mirip dengan cerita Panji. Hal ini sangat wajar karena cerita berasal dari tempat yang diduga dahulu merupakan setting cerita Panji, yaitu Glangglang, di Dolopo. Kerajaan bernama Gelang-Gelang atau Gegelang menjadi kerajaan penting dalam cerita panji.
Buku ini bisa merupakan prototype dari cerita rakyat di Kabupaten Madiun. Harapan kedepannya, buku ini dapat menginspirasi para penulisan cerita rakyat yang lebih panjang, menjadi sumber sejarah desa atau untuk pengembangan kreasi budaya-budaya lainnya di Kabupaten Madiun. Pengembangan kreasi budaya lainnya itu diantaranya adalah untuk seni teater dan seni tari.
Penulis : Andrik Suprianto
ISBN : Proses
Editor & Ilustrator : Jacob Julian
Halaman : 128 hlm
Penerbit : PASAK
0 Komentar